Home Opini Luar Biasa, Bahasa Indonesia Diminati Perguruan Tinggi di China

Luar Biasa, Bahasa Indonesia Diminati Perguruan Tinggi di China

0
Dosen Bahasa Indonesia di Guangdong University of Foreign Studies (GUFS) Xiao Lixian yang akrab disapa Melati di ruang sejarah Universitas Bahasa-Bahasa Asing Guangdong di Guangzhou, China, Kamis (16/20/2025). (Dok. Istimewa)
Dosen Bahasa Indonesia di Guangdong University of Foreign Studies (GUFS) Xiao Lixian yang akrab disapa Melati di ruang sejarah Universitas Bahasa-Bahasa Asing Guangdong di Guangzhou, China, Kamis (16/20/2025). (Dok. Istimewa)

Panduan.co.id – Perkembangan Bahasa Indonesia di Republik Rakyat China dari tahun ke tahun semakin signifikan. Pada tahun 1970-an, tercatat baru tiga universitas yang memiliki Jurusan Bahasa Indonesia. Sedikitnya jumlah universitas di China yang memiliki Jurusan Bahasa Indonesia pada periode 1950 – 1970 lebih dikarenakan faktor bekunya hubungan diplomatik Jakarta-Beijing, saat itu.

Bekunya hubungan itu, terutama setelah terjadinya Gerakan 30 September 1965. Perkembangan Bahasa Indonesia di China sedikit terganggu akibat peristiwa itu, mengingat tak sedikit mahasiswa Tionghoa yang ingin belajar bahasa dan budaya Indonesia.

Akhirnya, sebagian dari mereka justru belajar bahasa dan budaya Indonesia di Belanda. Pada masa pembekuan hubungan diplomatik Jakarta – Beijing, saat itu, justru pemerintah China mendorong Universitas bahasa-bahasa Asing Guangdong untuk resmi membuka Jurusan Bahasa Indonesia.

Presiden China, kala itu Mao Zedong mengatakan bahwa Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang digunakan banyak orang. Pemimpin Universitas Bahasa-Bahasa Asing Guangdong (Guangdong University of Foreign Studies) akhirnya berminat membuka resmi jurusan Bahasa Indonesia pada 1970.

Baca Juga: Kemenag RI Serahkan Bantuan untuk MUI Sebesar Rp3 Miliar

Sejak 2005, perkembangan bahasa Indonesia di China mengalami peningkatan. Hal itu ditandai dengan penandatanganan deklarasi kemitraan strategis antara Indonesia dan China oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden China, kala itu Hu Jintao.

Di tahun yang sama, dua universitas di China, yaitu Universitas Kebangsaan Guangxi di Kota Nanning, Provinsi Guangxi, dan Universitas Bahasa-bahasa Asing Shanghai di Kota Shanghai, resmi membuka jurusan atau program studi Bahasa Indonesia.

Di tahun-tahun berikutnya, sejumlah kampus resmi membuka jurusan Bahasa Indonesia, di antaranya, Universitas Xiangsihu di Kota Nanning, Universitas Keguruan Guangxi di Kota Guilin, Provinsi Guangxi, Universitas Kebangsaan Yunnan di Kota Kunming, Provinsi Yunnan, dan Universitas Bahasa-bahasa Asing Tianjin di Kota Tianjin.

Total, saat ini tercatat terdapat 20 perguruan tinggi di China yang membuka program studi Bahasa Indonesia, seperti disampaikan oleh Dosen Bahasa Indonesia di Guangdong University of Foreign Studies (GUFS) Xiao Lixian yang akrab disapa Melati.

Melati mengatakan hubungan Indonesia dan China yang semakin erat menyebabkan kebutuhan akan lulusan sarjana China yang memahami Bahasa Indonesia juga meningkat. Di Guangdong University of Foreign Studies, ia mengatakan pihaknya membuka program studi Bahasa Indonesia setiap tahunnya.

Baca Juga: Mampukah Zakat Memutus Rantai Kemiskinan?

“Tahun-tahun sebelumnya mahasiswa China yang mengambil jurusan Bahasa Indonesia setingkat S1 di Guangdong University of Foreign Studies berkisar antara 10-20 orang. Untuk saat ini, mahasiswa S1 jurusan Bahasa Indonesia di universitas kami ada 10 orang, ” kata Melati yang juga sempat belajar bahasa Indonesia di Universitas Gajah Mada (UGM), Yogyakarta, itu.

Lulusan S1 Bahasa Indonesia Guangdong University of Foreign Studies terserap di berbagai sektor pekerjaan. Ada yang berkarya sebagai pegawai negeri, penerjemah di perusahaan China yang berinvestasi di Indonesia, maupun bekerja di Konsulat Jenderal Indonesia (KJRI). Jadi, pembukaan jurusan Bahasa Indonesia itu sesuai dengan kebutuhan lapangan pekerjaan.

Guangdong University of Foreign Studies juga meluncurkan buku biru setiap dua tahun sekali dan penulisnya dari berbagai bidang, seperti ekonomi, sosial politik, hubungan internasional, maupun Bahasa Indonesia. Buku biru itu isinya tentang perkembangan ekonomi, sosial maupun politik yang ada di Indonesia, termasuk kebijakan pemerintah luar negeri Indonesia. Buku biru juga menjelaskan kondisi maupun situasi bagi perusahaan China yang ingin berencana menanam investasi di Indonesia dan apa yang harus diperhatikan bagi para investor China.

Meskipun jumlah mahasiswa S1 di program studi Bahasa Indonesia menurun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, Melati tetap semangat mengajar dan terus memperkenalkan bahasa maupun budaya Indonesia ke masyarakat China.

Salah satu upaya yang dilakukan untuk memperkenalkan bahasa maupun budaya Indonesia, yaitu dengan menggelar Festival Indonesia di Guangdong University of Foreign Studies. Festival tersebut akan digelar pada 23 November 2025, dengan mengundang delegasi dari Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) dan Universitas Indonesia (UI).

Baca Juga: Wajib Halal 2026: Jalan Terjal Menuju Produk Halal Nasional

Delegasi dari Indonesia itu akan membawa alat-alat pembuatan batik dan kostum tradisional Indonesia. Dengan demikian, masyarakat di Provinsi Guangdong bisa tahu lebih banyak mengenai budaya Indonesia, terutama batik. Bagi Melati, Indonesia memiliki keanekaragaman budaya dan tiap budaya maupun adat istiadat mempunyai keunikan tersendiri. Salah satunya budaya Jawa, terutama di daerah Yogyakarta. Saat menjadi mahasiswi di Universitas Gajah Mada, Melati seringkali mencicipi masakan di angkringan, belajar membatik, dan suka melihat pergelaran tari di Yogyakarta.

Baginya, Yogyakarta memiliki kekayaan sejarah, objek wisata yang menarik, keamanan, ditambah keramahan penduduk lokal. Hal tersebut menjadi daya tarik tersendiri yang membuat orang asing merasa betah untuk tinggal lebih lama.

Budaya Indonesia juga membuat Wang Qi tertarik untuk mempelajari Bahasa Indonesia. Afiya, demikian ia biasa dipanggil, mengatakan dirinya beberapa kali berwisata ke Indonesia, terutama ke Surabaya dan Pulau Bali.

“Saat saya berwisata ke Surabaya dan Bali, kemudian saya melihat kebudayaan di sana yang menarik dan unik serta keramahan orang-orang Indonesia. Jadi saya tertarik untuk belajar Bahasa Indonesia,” ujar mahasiswi semester 7 jurusan Bahasa Indonesia di Guangdong University of Foreign Studies itu.

Di Guangdong University of Foreign Studies, ia pertama belajar bagaimana mengucapkan huruf a, b, c, d dan seterusnya dalam Bahasa Indonesia.

“Dari huruf menjadi kata, dari kata lalu menjadi kalimat Bahasa Indonesia. Saya belajar mengucapkannya. Dosen-dosen di sini juga sangat membantu saya untuk belajar bahasa Indonesia,” ujar Afiya.

Sheng Zhe, yang juga teman sekelas Afiya, mengungkapkan bahwa dirinya memilih jurusan Bahasa Indonesia karena ingin memahami lebih dalam budaya dan sejarah Indonesia.

“Saya suka berwisata ke Bali dan saya suka budaya Bali, di balik keindahan pulaunya yang sudah mendunia. Orang-orang di Bali juga ramah,” kata Sheng Zhe yang kerap disapa Seviana.

Bagi Afiya dan Seviana, Bahasa Indonesia lebih mudah dipelajari dibandingkan bahasa Inggris.

“Kami belajar bahasa Inggris sejak di bangku sekolah dasar hingga SMA, tapi menurut kami, Bahasa Indonesia lebih mudah dipelajari, dibandingkan Bahasa Inggris,” kata Seviana.

Afiya maupun Seviana menjadi contoh nyata bagaimana pelajar asal China itu tertarik akan budaya Indonesia. Ketertarikan akan budaya Indonesia yang begitu memesona itulah yang membuat mereka ingin mendalami Bahasa Indonesia.

Baca Juga: Satgas Layanan Jaminan Produk Halal Pati Gelar Pengawasan Kewajiban Sertifikat Halal

Karena itu sudah sepatutnya sebagai warga negara Indonesia merawat budaya Indonesia serta Bahasa Indonesia sebagai pemersatu dalam keragaman.

Promosi dan edukasi tentang pentingnya menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar di ruang publik, media, dan dunia pendidikan harus terus digencarkan. Bahasa gaul dan bahasa daerah adalah warna yang memperkaya, namun Bahasa Indonesia baku harus tetap menjadi fondasi yang kokoh.

Fungsi bahasa sebagai perekat ribuan budaya daerah menjadikannya benteng pertama dalam pertahanan budaya. Ketika Bahasa Indonesia kuat digunakan dalam sastra, film, musik, dan media digital, ia menciptakan ruang budaya yang melindungi nilai-nilai lokal dari dominasi budaya asing. (ant/jey)

Exit mobile version