Jakarta, Panduan.co.id – Kementerian Agama (Kemenag) memperkuat implementasi ekoteologi sebagai gerakan nasional dalam pendidikan yang ramah iklim, sebagai ikhtiar jangka panjang untuk memastikan masa depan bumi tetap terjaga bagi generasi mendatang.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Agama Kamaruddin Amin menekankan ekoteologi kini berada pada fase implementasi, bukan sekadar wacana. Pembahasan teoretis mengenai hubungan spiritual manusia dan alam sudah cukup panjang dan saat ini Kemenag bergerak menuju langkah teknis yang terukur.
“Konsep ekoteologi telah lama dibahas. Yang kini jauh lebih penting adalah bagaimana memastikan langkah-langkah teknis dan terukur agar konsep ini benar-benar terimplementasi dan berdampak pada lingkungan,” ujar Kamaruddin Amin di Jakarta pada Rabu, 3 Desember 2025.
Baca Juga: Kemenag Usulkan 5 Direktorat dalam Struktur Dirjen Pesantren
Kamaruddin menyebut Kemenag memiliki potensi sosial yang sangat besar untuk menggerakkan perubahan ekologis. Dengan lebih dari satu juta guru, sepuluh juta siswa madrasah, serta 1,5 juta peristiwa nikah setiap tahun, Kemenag memegang kekuatan transformasi yang tidak dimiliki institusi lain.
“Jika setiap guru menanam satu pohon, kita bisa menanam minimal satu juta pohon setahun. Jika setiap calon pengantin menanam satu pohon, kita menambah 1,5 juta pohon lagi. Potensinya sangat besar,” ujarnya.
Ia juga menggarisbawahi peran guru sebagai aktor utama dalam membentuk karakter ekologis peserta didik. Menurutnya, teladan dari Jepang dan Finlandia yang menempatkan cinta lingkungan sebagai bagian dari pendidikan moral dapat menjadi inspirasi.
“Mengajar dengan cinta, membentuk kepedulian sejak dini, dan menciptakan budaya merawat lingkungan adalah tugas strategis para guru,” kata Kamaruddin.
Sementara itu Direktur Jenderal (Dirjen) Pendidikan Islam Kemenag Amien Suyitno menegaskan ekoteologi merupakan amanat prioritas yang sejak awal dikemukakan Menteri Agama. Ia menilai tingkat kerusakan alam yang terus meningkat mengharuskan adanya penyesuaian dalam tujuan syariah.
“Sudah saatnya menjaga lingkungan, hifdzul biah, menjadi bagian dari maqashid syariah, karena kerusakan ekologis telah memasuki fase darurat,” kata dia.
Amien menjelaskan implementasi ekoteologi bukan lagi sebuah gagasan abstrak. Pada berbagai lembaga pendidikan Kemenag, program-program ramah lingkungan sudah berjalan secara nyata, mulai dari Adiwiyata, pengelolaan sampah berbasis recycling, program konservasi energi, hingga pengembangan green campus.
“Ini bukti bahwa Kemenag tidak berhenti pada konsep. Kita sudah bergerak dan akan terus memperluas praktik baik ini,” ujarnya.
Kemenag menegaskan pendidikan adalah kunci untuk menumbuhkan generasi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga memiliki kepekaan moral dan cinta yang tulus kepada alam semesta. (ant/jey)

